Senin, 04 April 2011

Sejarah Sumur Ajaib di Desa Jungpasir

ASAL USUL SUMUR AJAIB
                       
            Di sebuah desa di wilayah Kabupaten Demak tepatnya di Desa Jungpasir Kec. Wedung terdapat sebuah sumur tua, yang oleh masyarakat dikenal sebagai Sumur Ajaib.  Sebutan ini nampaknya  terkait dengan keberadaannya  yang  ternyata memang memiliki cerita yang cukup unik . Di antara keunikannya,  pada saat musim kemarau  dahsyat di mana  sumber  mata  air banyak  yang tidak lagi mengeluarkan air,  namun sumur ini mampu memancarkan sumber mata air yang tak kunjung habis., walaupun  diambil oleh penduduk sepanjang waktu. Ternyata sumur ini adalah sumur peninggalan seorang kakek tua yang sangat baik hati.

            Dahulu kala di sebuah desa, masyarakat hidup penuh dengan kerukunan,    ketenangan dan kedamaian.  Walaupun hidup apa adanya dan sangat sederhana, namun mereka mampu menjalani hidup  dengan saling membantu, bekerja sama, saling menghargai, rajin  dan  suka bekerja keras. Setiap persoalan selalu diselesaikan dengan cara bermusyawarah.  Sampai suatu saat datang bencana kekeringan yang cukup panjang.

            Pada suatu malam Pak Ali, salah seorang penduduk  desa, bermimpi. Dalam mimpinya seolah ia melihat  orang-orang menangis, binatang-binatang berlarian, tumbuh-tumbuhan layu dan kering, hamparan sawah dan ladang nampak memerah seolah terbakar, langitpun seperti terbelah. Betapa kaget dan terkejutnya Pak Ali begitu bangun dari tidurnya. Namun ia tak begitu menghiraukannya, karena ia menganggap mimpinya hanyalah bunga tidur semata. Sampai pada malam berikutnya diapun bermimpi yang sama. Akhirnya ia pun bangkit dari tidurnya dan berusaha mencari tahu akan kebenaran dan makna dari mimpinya itu. Diambilnya air wudhu lalu bermunajat kepada Yang Maha Kuasa. Dengan mata terpejam namun hati tetap terjaga, ia mendengar sayup-sayup suara dari balik celah pagar bambu rumahnya. Suara itu berkata :’ Wahai, Pak Tua...., wahai, Pak Tua....., wahai, Pak Tua ...., bangkitlah, akan datang  kesulitan di desamu, berhati-hatilah, selamatkanlah.....! selamatkanlah....! selamatkanlah....!’ Akhirnya suara itu hilang bersamaan dengan suara  gemuruh angin.

            Tak lama kemudian tanda-tanda  datangnya bencana mulai nampak satu per satu. Musim kemarau datang, tanam-tanaman banyak yang layu dan mati, sungai dan danau kehabisan air, bahkan sumur-sumur tidak lagi mengeluarkan air. Persediaan makanan semakin berkurang. Sementara mengharap musim penghujan tak kunjung datang. Penduduk semakin bingung dan panik.  Rebutan makanan dan minuman menjadi pemandangan yang telah merusak kedamaian desa. Kesulitan semakin melilit hidup penduduk. Ego untuk memperhatikan hidupnya sendiri-sendiri semakin terasa, kebersamaan dan kerukunan yang selama ini terbina semakin tiada terasa. Pertikaian antar warga sering terjadi di seluruh pelosok desa.

            Di tengah keadaan yang demikian,  datanglah Pak Jahil, seorang  yang  cukup berada namun kurang terpuji sifatnya,  kikir dan sombong. Ia datang dari tanah seberang. Kedatangannya sedikit mengobati kepanikan penduduk, karena mereka berharap akan mendapat uluran tangan dari Pak Jahil. Penduduk datang berduyun-duyun meminta bantuan. Tetapi tanggapan Pak Jahil justru lebih menyakitkan. Penduduk justru mendapatka caci maki dan penghinaan. ‘ Tak akan kuberikan sebutir beraspun kepada kalian, aku tak mau sengsara seperti kalian. Dasar, orang-orang miskin, pergi jangan ganggu kami’, kata Si Jahil kepada penduduk yang datang meminta bantuan.
                               
            Menanggapi sikap si Jahil, penduduk rasanya mau marah. mereka ingin membalas sakit hatinya dengan membakar rumah dan gudang milik si Jahil. Namun, oleh Pak Ali seorang yang  sangat baik hati, suka berderma dan sangat bijaksana, keinginan penduduk itu dapat dibendung. Pak Ali meminta agar penduduk bersabar dan tidak mudah marah. Penduduk diajak untuk mencari jalan keluar dan bermohon pertolongan kepada Yang Maha Kuasa agar mereka dibebaskan dari kesulitan dan bencana yang menimpanya.

            Di tengah usahanya itu, Pak Ali seolah mendapatkan petunjuk agar menggali sebuah sumur di atas tanah koral di dekat sebuah makam. Pak Ali mencoba mencari tempat itu. Sampai pada suatu saat ia tengah beristirahat di bawah pohon besar setelah seharian berputar-putar  dan nyaris putus asa  ia tertidur karena saking lelahnya.  Di dalam tidurnya ia melihat seolah pohon bisa berbicara. ‘ Usahamu tinggal selangkah, jangan menyerah. Tengoklah ke kanan, di situlah kamu akan mendapatkan’,  kata pohon itu.

            Dengan sisa-sisa tenaga dan kekuatannya, setelah  berhari-haritak makan, karena memang persediaan makanan sudah tidak ada, Pak Ali berusaha bangkit  dari istirahatnya dan mencoba menengok ke kanan. Dilihatnya secercah cahaya, seperti pantulan sinar terkena mata air yang jernih dan bening.  Ia mencoba untuk melangkah ke tempat cahaya yang dilihatnya,  Dengan berjalan sempoyongan, akhirnya ia berhasil mendekati tempat itu. Sesaat setelah  mengamati tempat itu, ia memberikan tanda lalu beranjak pulang  karena hari pun telah senja.

            Keesokan harinya, Pak Ali mengajak tetangganya untuk menggali sumur sebagaimana petunjuk yang  telah diperolehnya.  Namun tak satu orangpun yang bersedia.
 Mereka  tidak  tidak yakin akan usaha Pak Ali. Akhirnya Pak Ali berangkat  sendiri dengan membawa peralatan secukupnya.  Berhari-hari ia mencoba menggali sumur itu seharian . Dalam setiap usahanya ia selalu berdoa, ‘ Ya, Tuhan, tolonglah kami. Tiada daya dan kekuatan melainkan atas pertolongan-Mu.’ Akhirnya berkat kegigihan dan keikhlasan , dengan pertongan Tuhan usaha Pak Ali berhasil. Dari dalam sumur yang tidak begitu dalam itu terpancar air yang begitu jernih dan bening.

            Penduduk pun berduyun-duyun ikut mengambil air  sumur tersebut untuk keperluan sehari-hari, bahkan menyirami tanam-tanaman mereka.  Sumur yang  tidak begitu besar dan tidak begitu dalam itupun mampu memenuhi kebutuhan hidup penduduk.  Kehidupan masyarakat secara berangsur-angsur kembali normal. Bahkan hingga sekarang sumur itu dapat menjadi sumber mata pencaharian penduduk desa dan sekitarnya. Sementara  Si Jahil yang terkenal kikir dan sombong itu akhirnya tak terdengar khabar beritanya.  Sedangkan Pak Ali sosok yang baik hati ini akhirnya dipilih penduduk menjadi ketua kampung.